Beberapa tahun terakhir ini bermunculan konsep gagasan untuk membangun karakter bangsa. Ada yang mengatakan bahwa membangun karakter anak bangsa itu harus dilakukan sedini mungkin, sehingga di sekolah-sekolah perlu dimasukkan kurikulum anti korupsi, dan perlu dibuat kantin-kantin kejujuran. Ada yang mengusulkan diperkuat
dengan pelajaran agama, karena itu jam pelajaran agama di sekolah perlu
ditambah. Ada juga yang mengatakan dididik ala militer, sehingga
memiliki nasionalisme yang kuat. Ada yang mengajak nonton bareng film berkarakter, seperti Laskar Pelangi, dll. Kemudian Menteri Pendidikan juga melaksanakannya melalui lomba cipta lagu untuk anak.
Gagasan-gagasan tersebut memang masuk akal
semua dan benar semua. Sepertinya kalau hal itu berhasil dilakukan, maka
anak-anak bangsa ini akan menjadi generasi penerus bangsa yang hebat: jujur, nasionalismenya tinggi, bertaqwa kepada Tuhan, sehingga negara ini bisa menjadi negara yang sejahtera (makmur).
Namun betapa sedihnya ketika melihat berita-berita di televisi, mereka-mereka yang melakukan korupsi, tindak pidana kejahatan, tindak asusila, mengkonsumsi narkoba ternyata bukanlah anak-anak bangsa yang tidak berilmu, sebaliknya mereka adalah anak-anak bangsa yang paham dengan ajaran agama, anak-anak bangsa yang cerdas dan selama ini ditengarai berperilaku baik, bahkan dikenal sebagai aktivis-aktivis muda, juga ada yang sudah mengecap candradimuka nasionalisme bangsa.
Artinya segala macam pendidikan yang pernah
diterima/dilakukan di masa muda, itu menjadi tidak berbekas bahkan
menjadi rusak ketika memasuki kehidupan nyata. Dimana di negara ini,
anak-anak bangsa dihadapkan
pada situasi ketidak-adilan, sebagian orang hidup berfoya-foya sementara
yang lain hidup pas-pasan bahkan menderita. Dimana anak-anak bangsa ini dihadapkan pada realita, bahwa di Indonesia kejujuran tidak bisa dipertahankan, dan kemunafikanlah yang justru harus terus dipelihara. Dimana di negara
ini, untuk bisa bertahan dalam menghidupi keluarganya, orang sampai
tega berbuat kejahatan, untuk bisa menyekolahkan anaknya orang harus
korupsi atau mencuri hak milik orang lain, atau harus mau dipermalukan
kesana-kemari untuk menyatakan dia orang miskin atau tidak punya struk
gaji. Dengan kata lain, karakter anak-anak bangsa yang
semula sudah baik itu bisa berubah menjadi rusak, ketika mereka harus menghadapi realita kehidupan berbangsa dan bernegara yang buruk.
Oleh karena itu, untuk membangun karakter bangsa Indonesia, tidak bisa hanya dengan
membangun karakter anak-anak atau pemudanya saja. Tetapi yang paling
utama haruslah dengan memperbaiki sistem kehidupan berbangsa dan
bernegara ini terlebih dahulu, yang sebenarnya di dalamnya justru lebih
banyak diperankan oleh mereka-mereka yang sudah dewasa. Intinya, bangsa
ini harus bisa merumuskan sistem berbangsa dan bernegara Indonesia secara benar dan berkeadilan, sehingga semua potensi bangsa merasa dihargai oleh negara. Karena bangsa ini tidak akan bisa maju, kalau tidak didukung oleh kerja maksimal semua pihak.
Sayangnya sampai sekarang, negara belum
menyadari akan hal ini, dan terus melakukan diskriminasi terhadap jasa
yang telah diberikan oleh anak-anak
bangsa. Kalau dahulu di masa orde baru, TNI mendapat posisi terhormat
karena dianggap sebagai warga kelas satu. Sekarang guru, hakim,
perpajakan gajinya diistimewakan.
Dan realitanya, keistimewaan gaji tersebut tidak membawa perubahan
signifikan bagi kehidupan bangsa yang sudah carut- marut, bahkan menambah kecemburuan pihak-pihak yang diabaikan oleh negara.
Jadi upaya membangun karakter bangsa Indonesia haruslah diawali dari membangun sistem ketata-negaraan yang benar dan adil terlebih dahulu, baru yang lainnya. Dengan demikian upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki bangsa itu, tidak menjadi sia-sia dan hanya memboroskan anggaran negara saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar